Ada tempat-tempat yang kita datangi bukan karena ingin berfoto, bukan karena ingin terlihat keren di media sosial, tapi karena hati terasa ditarik ke sana—dan bagi saya, Makam Bung Karno di Kota Blitar adalah salah satunya.
Awalnya, saya hanya ingin sekadar mampir, menuntaskan rasa penasaran. Sambil mengisi waktu menunggu suami selesai dinas. Tapi ternyata perjalanan ini berubah jadi pengalaman emosional yang sulit dilupakan. Ada sesuatu yang berbeda saat berdiri tepat di depan pusara Bapak Proklamator bangsa.
Di sana, sejarah tidak terasa sebagai paragraf panjang di buku pelajaran. Ia terasa hidup. Bernapas. Menggema pelan-pelan di dada.
Lokasi dan Kesan Pertama Saat Tiba
Makam Bung Karno berada di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur, sekitar 10 menit dari Stasiun Blitar. Saya datang pagi saat itu hujan gerimis. Saya pun berteduh sejenak sambil menikmati kelezatan seporsi pecel Blitar.
Setelah hujan reda, saya pun berjalan ke area kompleks makam. Begitu masuk ke area gerbang utama, hawa terasa berbeda — tenang, sejuk, dan penuh hormat.
Gapura besar merah-hitam bertuliskan “Paseban Agung Makam Bung Karno” berdiri kokoh seperti pintu gerbang waktu.

Ornamen dan arsitekturnya kental dengan nuansa Jawa dan nasionalisme. Banyak pengunjung berdatangan dari berbagai daerah, mulai pelajar, rombongan keluarga, sampai turis solo seperti saya.
Atmosfernya sangat khidmat. Tidak ada suara gaduh. Semua orang berjalan pelan.
Momen Pertama di Depan Pusara

Bagian paling berkesan tentu saat masuk ke ruang utama tempat makam berada. Ruangannya luas, lantai marmer, pencahayaan lembut, dan di tengah ruangan terdapat pusara dengan batu nisan hitam mengkilap bertuliskan emas:
Ir. Soekarno
Putra Sang Fajar
Proklamator Kemerdekaan RI
Presiden Pertama Republik Indonesia
Begitu berdiri tepat di depannya, saya merasakan sensasi aneh: sunyi yang berat tapi hangat.
Beberapa pengunjung terlihat menunduk khusyuk, ada yang berdoa sambil menahan air mata, ada pula yang sekadar duduk terdiam.
Saya sendiri refleks menghela napas panjang. Rasanya seperti sedang menyentuh denyut sejarah bangsa langsung dari sumbernya.
Ada perasaan haru yang sulit dijelaskan—mungkin karena selama ini nama Bung Karno hanya saya dengar dari buku sekolah dan pidato rekaman. Tapi berdiri tepat di hadapan makamnya membuat segalanya terasa nyata.
Arti dan Cerita di Balik Makam Bung Karno
Banyak orang bertanya, kenapa Bung Karno dimakamkan di Blitar, bukan Jakarta?
Ternyata hal ini memiliki latar sejarah cukup panjang. Salah satunya karena adanya perdebatan mengenai tempat pemakaman dan penghormatan terhadap keluarga. Blitar dipilih karena hubungan kedekatan Bung Karno dengan ibunya, yang juga dimakamkan di kota ini.
Baca Juga : Ruang Memorabilia Bung Karno: Perjalanan Menyusuri Artefak Sang Proklamator di Blitar
Selain itu, Blitar memiliki tempat penting dalam perjalanan hidup beliau sejak kecil.
Dan melihat kerumunan pengunjung dari berbagai daerah, saya sadar bahwa makam ini bukan hanya tempat peristirahatan terakhir, tapi juga ruang pertemuan antara anak bangsa dan sejarahnya.
Suasana Kompleks Makam: Damai dan Terawat
Area luar makam sangat tertata dan nyaman untuk dikunjungi.

Disediakan fasilitas seperti:
- Musala
- Toilet bersih
- Tempat parkir luas
- Jalur difabel
- Area pedagang oleh-oleh
- Tempat duduk untuk istirahat
Tidak ada kesan angker atau menyeramkan sama sekali — justru terasa hangat dan bersih.
Banyak anak muda duduk berdiskusi, mencatat, atau sekadar menikmati suasana.
Saya sempat memperhatikan sekelompok pelajar SMP yang sedang melakukan tugas sejarah, membaca catatan dan serius mendiskusikan kisah Bung Karno. Dan entah kenapa pemandangan itu bikin saya ikut tersenyum.
Naluri saya sebagai guru sejarah bergejolak, rasanya ingin suatu saat nanti mengajak anak murid saya berkunjung ke sini.
Satu Kawasan dengan Museum & Perpustakaan Bung Karno
Hal menarik lainnya, Makam Bung Karno berada dalam satu kompleks dengan Museum Bung Karno & Perpustakaan Bung Karno. Jadi selain berziarah, kita juga bisa belajar sejarah secara lebih mendalam.
Kalau datang ke sini, sangat disarankan untuk sekalian mampir ke:
- Museum Bung Karno — menampilkan foto, arsip, dokumentasi perjuangan
- Perpustakaan Bung Karno — tempat membaca pidato, buku sejarah, dan arsip digital
Baca Juga : Belajar Sejarah dengan Cara Menyenangkan di Perpustakaan Bung Karno, Kota Blitar
Perjalanan seolah menjadi semakin lengkap: ziarah → belajar → refleksi.
Tips Berkunjung
Supaya pengalaman makin maksimal, ini tips kecil dari saya:
| Tips | Keterangan |
| Datang pagi / sore | Lebih sejuk & tidak terlalu ramai |
| Jangan cuma foto | Baca informasi sejarah yang tersedia |
| Hargai suasana | Jaga suara & sikap |
| Bawa air minum | Cuaca Blitar cukup panas |
| Pakai pakaian sopan & nyaman | Karena tempat berziarah |
| Sempatkan baca kutipan Bung Karno | Banyak yang inspiratif |
Refleksi Setelah Berziarah ke Makam Bung Karno
Saat keluar dari area makam, saya merasa berbeda. Tidak dramatisasi, tapi ada rasa hangat dan bangga yang sulit dijelaskan.
Saya jadi berpikir:
Kita sering lupa betapa mahalnya kemerdekaan yang kita nikmati hari ini
Dan mungkin, mengunjungi tempat seperti ini adalah salah satu cara paling sederhana untuk kembali menghargai perjuangan para pendiri bangsa.
Saya pulang bukan hanya membawa foto, tapi juga rasa hormat baru terhadap sejarah negeri saya sendiri.
Penutup
Kalau teman-teman belum pernah datang ke Makam Bung Karno, saya sungguh merekomendasikan untuk memasukkannya ke daftar perjalanan.
Baca Juga : Solo Travelling ke Blitar, Menyusuri Jejak Sang Proklamator
Bukan hanya untuk berwisata, tapi untuk menyapa sejarah dari jarak dekat.
Karena benar kata Bung Karno:
“Jas Merah — Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.”
Dan mungkin, perjalanan cinta kita pada Indonesia bisa dimulai dari ruang sunyi sederhana di Blitar ini.

